Showing posts with label Sosiologi sma. Show all posts
Showing posts with label Sosiologi sma. Show all posts
konflik

konflik

Definisi konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.

  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

[sunting] Konflik Menurut Robbin

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

  1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
  2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
  3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

[sunting] Konflik Menurut Stoner dan Freeman

Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):

  1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
  2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

[sunting] Konflik Menurut Myers

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

  1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
  2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

[sunting] Konflik Menurut Peneliti Lainnya

  1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
  2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

[sunting] Teori-teori konflik

Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.

[sunting] Faktor penyebab konflik

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

[sunting] Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

  • konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.

[sunting] Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

[sunting] Contoh konflik

Sosiologo SMA : Penyimpangan sosial

Sosiologo SMA : Penyimpangan sosial

Picture
1. PENGERTIAN

Penyimpangan social adalah tindakana seseorang yang tidak sesuai dengan nila dan norma social. Contoh : pembunuhan, perampokan dsb.



2. BENTUK-BENTUK PENYIMPANGAN

Ada 2 bentuk penyimpangan social, yaitu :

a. Penyimpangan primer adalah penyimpangan dimana pelaku masih bisa diterima lagi oleh masyarakat. Penyimpangan ini bersifat termporer. Contoh : melanggar rambu-rambu lalu lintas.

b. Penyimpangan sekunder adalah penyimpangan dimana pelaku sulit diterima masyarakat. Penyimpangan ini yang pada umumnya sering disebut penyimpangan social dalam masyarakat. Contoh : Pembunuhan, pencurian dsb.



3. SIFAT-SIFAT PENYIMPANGAN SOSIAL

Ada 2 sifat penyimpangan social,yakni :

a. Penyimpangan positif adalah penyimpangan yang mengarah ke nilai yang lebih baik. Contoh : Emansipasi wanita

b. Penyimpangan negative adalah penyimpangan yang mengarah ke nilai yang lebih buruk. Contoh : pembunuhan, pencurian dsb.



4. PENYIMPANGAN DI LIHAT DARI PENYEBABNY

a. Penyimpangan akibat sosialisasi yang tidak sempurna, ada 2 pengertian adalah :

(1) Penyimpangan akibat sosialisasi yang tidak sempurna adalah penyimpangan dimana terjadi ketidak sepadanan pesan-pesan yang disampaikan agen-agen sosialisasi dalam masyarakat. Contoh : merokok di sekolah tidak diperbolehkan, akan tetapi dalam kelompok bermain orang yang tidak merokok di jauhi teman-teman.

(2)
Penyimpangan akibat sosialisasi yang tidak sempurna adalah penyimpangan akibat meniru perilaku yang salah dari teladan dari pimpinan yang salah. Contoh : korupsi atasan yang ditiru bawahannya.



b. Penyimpangan akibat subbudaya menyimpang, ada 2 pengertian adalah :

(1)
Penyimpangan akibat subbudaya menyimpang adalah apabila terdapat perbedaan pandangan masa lalu dengan masa sekarang. Misal : Zaman dahulu korupsi adalah tindakan yang tercela tetapi masa sekarang dianggap hal yang wajar.

(2) Penyimpangan akibat sub budaya yang menyimpang adalah apabila seseorang belajar pada kelompok yang menyimpang. Contoh : Ali masuk ke Gank Motor, kawasan kumuh dan kawasan prostitusi.



5. MACAM-MACAM PENYIMPANGAN SOSIAL

Ada 4 macam penyimpangan social adalah :

a. Kejahatan atau kriminalitas

adalah tindakan manusia yang tidak sesuai dengan aturan hokum.

Ada 5 jenis kejahatan, yakni :

(1)
Crime without victim atau kejahatan tanpa korban adalah kejahatan yang tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang lain.

(2) Kejahatan Terorganisir (organized crime) adalah pelaku kejahatan merupakan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hokum. Misal : komplotan korupsi, penyediaan jasa pelacur.

(3) Kejahatan Kerah Putih (White collar crime) adalah kejahatan yang mengacu pada kejahatan orang-orang terpandang atau berstatus tinggi. Misal : Korupsi, Kolusi.

(4) Kejahatan Kerah Biru (Blue Collar Crime) adalah kejahatan di lakukan orang-orang golongan rendah. Misal : Mencuri jemuran, sandal di masjid dsb.

(5) Penyimpangan Korporat adalah jenis kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Misal : Perusahaan membuang limbah beracun.

b. Penyimpangan Seksual

adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Misal : Lesbian, Perzinahan, homoseksual dsb.

c. Konsumsi berlebihan

adalah penggunaan barang yang melebihi aturan yang semestinya. Misal : Narkoba dan alkoholisme.

d. Penyimpangan gaya hidup

adalah penyimpangan disebabkan oleh gaya hidup yang lain dari biasanya. Contoh : Eksentrik/Aneh (misal : lelaki beranting, cewek berambut pendek) dan arogansi/sombong (misal : sombong dengan kekayaan, kepandaian dsb.)
Sosiologi SMA : Interaksi sosial

Sosiologi SMA : Interaksi sosial


Picture
  1. Pengertian
Ada beberapa pengertian dari interaksi social, yakni :
A. Kamus Besar Bahasa Indonesia Interaksi social adalah hal saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi. Atau pengertian lain, Interaksi social adalah hubungan dinamis (saling aksi atau mempengaruhi) yang dinamis antara perseorangan dan orang atau perseorangan, antara perseorangan dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
B. Ahli
Gillin dan Gillin Interaksi social adalah hubungan social yang dinmis yang menyangkut hibungan antarindividu, indibidu dan kelompok, atau antar kelompok.
C. Secara umum
Interaksi social adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.

2. Jenis Interaksi social
Ada 3 Jenis interaksi social, yakni :
1. Individu dengan individu adalah interaksi antara individu satu dengan lainnya. Contoh : Ayah bercakap-cakap dengan ibu di teras rumah.
2. Individu dengan kelompok adalah interaksi antara individu dengan kelompok. Contoh : Ibu guru mengajar murid di sekolah.
3. Kelompok dengan kelompok adalah interaksi kelompok satu dengan lainnya. Contoh : Tawuran, pertandingan sepak bola

3. Ciri-ciri Interaksi social
Menurut Charles P Loomis, ada 4 ciri interaksi social, yakni :
1. Jumlah pelaku dua orang atau lebih
2. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan symbol atau lambing
3. Adanya dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
4. Adanya tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut.



4. Syarat Interaksi social
Menurut Soerjono Soekanto, Interaksi social harus memenuhi 2 syarat yaitu :
1. Kontak social
Kontak berasal dari bahasa Inggris contact yang berarti bersama-sama menyentuh.
Ada 2 sifat kontak social, yaitu :
a. Kontak positif adalah kontak yang mengarah ke bentuk kerjasama.
b. Kontak negatif adalah kontak yang mengarah ke bentuk pertentangan.
Ada 2 bentuk kontak social, yaitu :
a. Kontak primer adalah kontak yang terjadi secara langsung bertemu muka. Misal : penjual dan pembeli di pasar.
b. Kontak sekunder adalah kontak yang terjadi melalui perantara. Misal : telpon, surat dsb.
Ada 2 jenis kontak sekunder, yakni :
1). Kontak sekunder langsung adalah kontak sekunder dimana pihak yang berinteraksi secara langsung dengan medianya.
2). Kontak sekunder tidak langsung adalah kontak sekunder dimana pihak yang berinteraksi meminta bantuan orang lain atau media lain yang tidak berhubungan langsung dengan komunikator.

2. Komunikasi
Adalah seseorang memberi tafsiran terhadap perilaku dan perasaan yang dilakukan orang lain.
Ada 5 unsur pokok dalam komunikasi, yaitu :
a. Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan.
b. Komunikan adalah orang yang dikirimi pesan
c. Pesan adalah sesuatu yang disampaikan komunikator bisa berupa pesan, gagasan, perasaan dsb.
d. Media adalah cara pesan disampaikan dapat berupa : lisan, tulisan, gambar, film dsb.
e. Efek atau dampak yang ditimbulkan dari komunikasi yang dilakukan.

5. Faktor-faktor pendorong Interaksi social
Ada 5 faktor pendorong interaksi social, yaitu :
1. Imitasi adalah tindakan meniru orang lain. Misal : gaya bicara, tingkah laku, adat kebiasaan.
2. Sugesti adalah seseorang memberi pandangan atau sikap lalu diterima orang lain tanpa pikir panjang. Misal : Reklame atau iklan di media massa.
3. Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain (meniru secara keseluruhan). Contoh : seseorang mengidolakan ayahnya maka ia akan berperilaku, bersikap seperti ayahnya.
4. Simpati adalah proses dimana seseorang merasa tertarik kepada pihak lain. Misal : tetangga tertimpa musibah maka kita merasakan kesedihan dan berusaha membantunya.
5. Empati adalah simpati yang mendalam yang dapat mempengaruhi psikis maupun fisik seseorang. Misal : Orang yang menjenguk orang sakit, ia jatuh sakit merasan orang yang dijenguk.

6. Bentuk-bentuk Interaksi social
Menurut Gillin dan gillin, ada 2 bentuk interaksi social yakni : Proses asosiatif dan disosiatif
1. Proses asosiatif adalah proses mengarah persatuan
Ada 4 proses asosiasi yakni :
a. Kerjasama adalah usaha bersama antar individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Ada beberapa jenis kerjasama, yakni :
1. Koalisi adalah kombinasi 2 organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan sama.
2. Joint venture adalah kerjasama dalam pengusahaan proyek tertentu.
3. Gotong royong adalah kerukunan
4. Bargaining adalah pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang atau jasa antara dua organisasi atau lebih
5. Kooptasi adalah penerimaan unsure-unsur baru dalam kepemimpinan dan pelaksanaan politik organisasi sebagai satu-satunya cara untuk menghindari konflik yang bisa mengguncang organisasi.

Bentuk lain kerjasama :
1. Spontan adalah kerjasama serta merta
2. Langsung adalah kerjasama hasil dari perintah atasan atau penguasa
3. Kontrak adalah kerjasama atas dasar tertentu
4. Tradisional adalah kerjasama bagian unsure dalam system social, seperti gotong royong atau gugur gunung.

b. Akomodasi adalah usaha untuk mengatasi atau menyelesaikan pertikaian atau konflik.
Ada 1 bentuk akomodasi dalam masyarakat, yakni :
1). Koersi adalah proses akomodasi secara paksa
2). Arbitrasi adalah penyelelsaian masalah lewat pihak ketiga yang memberikan keputusan mengikat kepada kedua belah pihak.
3). Mediasi adalah penyelesaian masalah lewat pihak ketiga yang tidak memberikan keputusan kepada kedua belah pihak(netral)
4). Kompromi adalah bentuk akomodasi di mana pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya.
5). Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak-pihak bertikai untuk mencapai kesepakatan.
6). Toleransi adalah bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang sifatnya formal
7). Stalemate adalah pihak yang bertikai mempunyai kekuatan seimbang tidak bisa maju ataupun mundur.
8). Adjudikasi adalah penyelesaian lewat pengadilan
9). Segregation adalah masing-masing pihak yang bertikai menghindar dalam mengurangi ketegangan.
10). Eliminasi adalah salah satu pihak yang berkonflik mengundurkan diri
11). Subjugation atau dominasi adalah pihak yang mempunyai kekuatan besar meminta pihak lain mentaatinya.
12). Mayority rules adalah penyelesaian masalah dengan voting
13). Konversi adalah penyelesaian masalah dimana salah satu pihak mengalah dan menerima pendapat pihak lain.
14). Genjatan senjata atau cease fire adalah pengangguhan permusuhan dalam jangka waktu tertentu
15). Minority consent adalah golongan minoritas yang tidak merasa dikalahkan tetapi dapat melakukan kegiatan bersama.
c. Asimilasi adalah berpadunya 2 budaya yang menghasilkan budaya baru sama sekali.
Faktor yang mempermudah asimilasi :
1). Sikap toleransi
2). Kesempatan yang seimbang dalam ekomoni
3). Sikap menghargai orang asing dan kebudayaan
4). Sikap terbuka dari golongan penguasa dalam masyarakat
5). Persamaan dalam unsure kebudayaan
6). Perkawinan campuran (amalgamasi)
7). Adanya musuh bersama dari luar
Faktor yang menghalangi asimilasi :
1). Terisolasi kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
2). Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi
3). Adanya perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
4). Perasaan bahwa suatu golongan lebih tinggi dari golongan lain
5). Adanya perbedaan warna kulit atau cirri-ciri badan.
6). Adanya gangguan golongan minoritas terhadap golongan berkuasa
7). Adanya perbedaan kepentingan dan pertentangan pribadi
d. Akulturasi adalah berpadunya 2 budaya yang menghasilkan budaya baru yang tidak meninggalkan ciri kebudayaan asal.
Misal : musik keroncong merupakan perpaduan antara musik portugis dengan musik Indonesia.

2. Proses Dissosiatif adalah proses mengarah ke pertikaian
Ada 3 proses disosiatif yakni :
a. Persaingan adalah perjuangan dari beberapa pihak untuk mencapai tujuan tertentu.
Tipe-tipe persaingan adalah :
1). Persaingan ekonomi adalah persaingan yang timbul karena terbatasnya alat pemuas kebutuhan dibandingkan dengan jumlah kebutuhan.
2). Persaingan kebudayaan adalah persaingan budaya satu dengan lainnya.
3). Persaingan kedudukan dan peran adalah persaingan kedudukan atau peran satu kelompok atau individu dengan kelompok atau individu lain.
4). Persaingan ras adalah persaingan antara ras satu dengan lainnya.
Fungsi positif persaingan adalah :
1). Meningkatkan daya kreatifitas yang dinamis
2). Menimbulkan iklim kompetitif
3). Alat seleksi
Dampak persaingan :
1). Pengenalan kepribadian
2). Kemajuan
3). Solildaritas kelompok
4). Disorganisasi/perpecahan

b. Kontravensi adalah keadaan diantara persaingan dan pertikaian.
Ada 5 bentuk kontravensi menurut Leopold von Wise dan Howard P. Becker yakni :
1). Umum seperti penolakan, keengganan, perlawanan, protes, menghalang-halangi, melakukan kekerasan, atau mengacaukan rencana pihak lain.
2). Sederhana seperti menyangkal pendapat orang di muka umum, memaki melalui surat selebaran, mencerca.
3). Intensif, seperti penghasutan atau menyebarkan desas-desus
4). Rahasia, seperti mengumumkan rahasia lawan atau berkhianat
5). Taktis, seperti mengejutkan lawan, membingungkan pihak lawan, provokasi, atau intimidasi.

Tipe-tipe kontravensi adalah :
1). Kontravensi generasi
2). Kontravensi jenis kelamin
3). Kontravensi parlementer

c. Pertentangan atau konflik adalah suatu perjuangan untuk mencapai tujuan dengan jalan acncaman dan kekerasan.
Ada beberapa bentuk pertentangan yakni :
1). Pertentangan pribadi adalah konflik antara individu dengan individu
2). Pertentangan rasial adalah konflik antara ras satu dengan lainnya
3). Pertentangan antar kelas social adalah pertentangan antara kelas satu dengan lainnya.
4). Pertentangan politik adalah konflik antara golongan politik satu dengan lainnya.
5). Pertentangan internasional adalah pertentangan antara Negara satu dengan lainnya.
6). Pertentangan antar generasi adalah pertentangan generasi satu dengan lainnya.
7). Pertentangan antar kelompok adalah pertentangan kelompok satu dengan lainnya.
8). Konflik antar status adalah konflik antara status satu dengan lainnya
SosiologiSMA : NIlai dan Norma

SosiologiSMA : NIlai dan Norma



NILAI SOSIAL

Picture


A.Pengertian

1.
Sehari hari

Nilai diartikan sebagi harga, ukuran, angka kepandaian, kadar, mutu dan bobot.

2. Sosiologi

Nilai diartikan sebagai sesuatu yang baik, diinginkan, dicita-citakan, dan dianggap penting oleh masyarakat

Sedangkan nilai sosial, adalah penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik, penting, luhur, pantas dan mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama.

3. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Nilai didefinisikan sebagai kadar, mutu, atau sifat penting dan berguna bagi kemanusiaan.

4. Para Ahli

a. Soerjono Soekanto

Nilai adalah konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang baik dan apa yang buruk

b. Kimball Young

Nilai sosial adalah unsur-unsur abstrak dan sering tidak disadari tentang benar dan pentingnya.

c. A.W. Green

Nilai sosial sebagai kesadaran yang berlangsung secara relatif, disertai emosi terhadap objek dan ide orang perorangan.

d. Woods

Nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari

e. Robert M. Z. Lawang

Nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan mempengaruhi perilaku sosial orang-orang yang memiliki nilai tersebut.

f. Kluckhohn

Semua nilai dalam setiap kebudayaan pada dasarnya mencakup lima masalah nilai pokok, yaitu :

1) Nilai mengenai hakikat hidup

2) Nilai mengenai hakikat karya

3) Nilai mengenai hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu

4) Nilai mengenai hakikat hubungan manusia dengan alam

5) Nilai mengenai hakikat manusia dengan sesamanya



B. Tolak ukur nilai

Tolak ukur nilai adalah daya guna fungsional suatu nilai dan kesungguhan penghargaan, penerimaan, atau pengakuan yang diberikan oleh seluruh atau sebagian besasr masyarakat terhadap nilai sosial tertentu.



C. Sumber nilai

Sumber nilai ada 2, yakni :

1. Sumber Intrinsik atau sumber yang dari dalam manusia

2. Sumber Ekstrinsik atau sumber yang dari luar manusia



D. Nilai berdasarkan ciri-cirinya :

1. Nilai dominan adalah nilai yang dianggap penting dibandingkan nilai lainnya. Misal : tradisi muludan di Cirebon, Ibadah haji, mudik, gelar kebangsawanan.

Ukuran penting tidaknya nilai didasarkan pada :

a. Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.

b. Berapa lama nilai itu dianut atau digunakan

c. Tinggi rendahnya usaha orang untuk memberlakukan nilai itu.

d. Prestise atau kebanggaan orang-orang yang orang-orang yang menggunakan nilai di masyarakat.



2. Nilai mendarah daging (internalized value) adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berfikir atau pertimbangan lagi, melainkan secara tidak sadar. Misal : Guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal, Prajurit yang tidak mampu mengalahkan musuhnya dalam pertempuran akan merasa gagal.



E. Jenis- jenis Nilai Sosial

Menurut Prof. Dr. Notonagoro, nilai dapat dibagi atas tiga jenis :

1. Nilai material, yaitu segala benda yang berguna bagi manusia

2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat hidup dan mengadakan kegiatan atau aktivitas

3. Nilai spiritual, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai ini dibedakan lagi menjadi 4 macam, yakni :

a. Nilai kebenaran (kenyataan), yang bersumber dari unsur akal manusia (rasio/akal, budi, cipta)

b. Nilai keindahan, yang bersumber dari unsur rasa manusia (perasaan, estetika)

c. Nilai moral (kebaikan), yang bersumber dari unsur kehendak atau kemauan (karsa, etika)

d. Nilai religius, yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak



Pandangan nilai dari Ahli lain, yakni :

1). Nilai Immaterial atau nilai rohani adalah nilai yang tidak berwujud tidak bisa disentuh dan sulit untuk berubah. Misal : idiologi, gagasan, ide, peraturan-peraturan

2). Nilai Material adalah nilai jasmani atau nilai yang berwujud mudah dilihat, diraba dan memiliki karakteristik mudah berubah. Misal : gedung, karya seni dsb.



F. Ciri-ciri Nilai sosial

1. Merupakan hasil interaksi sosial antarwarga masyarakat

2. Dapat ditularkan

3. Terbentuk melalui proses belajar atau sosialisasi

4. Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial

5. Dapat mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap setiap orang dalam masyarakat

6. Dapat mempengaruhi pengembangan pribadi seseorang, baik positif maupun negatif

7. Cenderung berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem nilai.



G. Fungsi nilai sosial

Ada beberapa fungsi nilai sosial menurut Drs. Suprapto, yakni :

1. Dapat menyumbangkan seperangkat alat menetapkan “harga”sosial dari suatu kelompok

2. Dapat mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkah laku.

3. Sebagai penentu terakhir manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial.

4. Sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok

5. Sebagai alat pengawas/kontrol perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang mau berperilaku sesuai dengan yang diinginkan sistem nilai.



NORMA SOSIAL



A. Pengertian

Norma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah maupun larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakataan bersama dan bermaksud untuk mengatur setiap perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian.



Norma dalam masyarakat merupakan aplikasi atau perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Misal : Di sekolah terdapat norma melarang seseorang membuang sampah sembarangan, dasar dari pembuatan norma ini adalah nilai kebersihan dan keindahan.



B. Daya Ikat Norma

Norma-norma dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang daya ikatnya lemah, sedang, maupun kuat.



Dilihat dari daya ikatnya, norma dibagi :

1. Cara (usage)

Cara adalah norma yang paling lemah daya pengikatnya karena orang yang melanggar hanya mendapat sanksi dari masyarakat berupa cemoohan dan ejekan saja. Cara menunjuk pada suatu perbuatan. Contoh : bersendawa tanda kenyang, makan bersuara

2. Kebiasaan (Folkways)

Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk sama karena orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Contoh : kebiasaan menghormati orang lebih tua, kebiasaan menggunakan tangan kanan apabila hendak memberikan sesuatu kepada orang lain.

3. Tata kelakuan (mores)

Adalah kebiasaan aturan yang sudah diterima masyarakat dan dijadikan alat pengawas atau kontrol. Tata kelakuan mengharuskan atau melarang anggota masyarakat untuk menyesuaikan tindakan terhadap apa yang berlaku. Pelanggaran terhadap tata kelakuan akan diberi sanksi berat seperti diarak di depan umum, atau dirajam. Contoh : larangan berzina.

4. Adat istiadat (custom)

Adalah Tata kelakuan yang sudah terintegrasi secara kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat dan dilakukan sebagian besar anggota masyarakat sehingga menjadi ciri atau identitas masyarakat.



C. Sifat Norma

Ada 2 sifat norma, yakni :

1) Norma formal adalah norma yang bersumber dari instansi yang formal atau resmi. Misal : aturan berasal dari negara, peraturan daerah dsb.

2) Norma nonformal adalah norma yang biasanya tidak tertulis (lesan) dan jumlahnya lebih banyak daripada norma formal. Misal : pantangan adat dalam masyarakat.



D. Jenis-jenis Norma

Ada 5 jenis norma-norma utama dalam masyarakat, yakni :

a. Norma Agama

Adalah petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan bagi penganutnya agar mereka mematuhi segala perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Contoh : Semua agama melarang umatnya untuk berzina, sanksinya adalah rasa berdosa.

b. Norma Kesopanan

Adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia dan dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari-hari sekelompok masyarakat.

Contoh : menghormati orang tua, tidak boleh meludah sembarangan.

c. Norma Kelaziman

Adalah tindakan manusia mengikuti kebiasaan yang umumnya dilakukan tanpa pikir panjang karena kebiasaan itu dianggap baaik, patut, sopan, dan sesuai dengan tata krama.

Contoh : cara makan, cara minum, berjalan, berpakaian.

d. Norma Kesusilaan

Adalah aturan yang datang dari suara hati sanubari manusia (insan-kamil).

Contoh : Jangan berzina

e. Norma Hukum

Adalah aturan tertulis maupun tidak tertulis yang berisi perintah atau larangan yang memaksa dan yang akan memberikan sanksi yang tegas bagi setiap orang yang melanggarnya.

Contoh : Wajib membayar pajak

f. Mode

Adalah cara dan gaya dalam melakukan dan membuat sesuatu yang sifatnya berubah-ubah serta diikuti oleh banyak orang.

Contoh : kelakuan wanita berbeda menurut mode pakaiannya.
Sosiologi SMA : Perilaku Menyimpang

Sosiologi SMA : Perilaku Menyimpang

Perilaku Menyimpang

Tindakan manusia tidak selamanya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Adakalanya terjadi penyimpangan terhadap nilai dan norma yang ada. Tindakan manusia yang menyimpang dari nilai dan norma atau peraturan disebut dengan perilaku menyimpang. Apakah perilaku menyimpang itu? Pernahkah kamu melakukan tindakantindakan yang termasuk dalam kategori perilaku menyimpang?

Ada banyak perilaku menyimpang yang terjadi di masyarakat. Dari yang sederhana atau kecil sampai yang kompleks yang akibatnya sangat meresahkan masyarakat. Apa yang kamu ketahui mengenai perilaku menyimpang?

1. Pengertian Perilaku Menyimpang

Pagi itu di sebuah perempatan, lampu lalu lintas sedang menyala merah. Karena kesiangan dan takut terlambat sampai di sekolah, Damar justru menambah laju kecepatan sepeda motornya dan menerobos lampu merah. Tindakan Damar itu diketahui polisi dan akhirnya dia ditilang. Berdasarkan cerita di atas, bagaimana pendapatmu terhadap tindakan yang dilakukan Damar? Tindakan Damar merupakan salah satu contoh sederhana adanya penyimpangan terhadap aturan-aturan yang ada di masyarakat. Masih banyak lagi jenisjenis penyimpangan yang terjadi di masyarakat.

Dalam kenyataan sehari-hari, tidak semua orang bertindak berdasarkan norma-norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat dinamakan perilaku menyimpang. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi norma atau patokan dan nilai yang sudah baku di masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan ini disebut dengan devian (deviant).

Berikut ini pengertian perilaku menyimpang menurut pandangan beberapa ahli.

a. James Vander Zenden

Menyebutkan bahwa penyimpangan adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.

b. Robert M.Z. Lawang

Mengungkapkan penyimpangan adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.

c. Bruce J. Cohen

Mengatakan bahwa perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.

d. Paul B. Horton

Mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

e. Lewis Coser

Mengemukakan bahwa perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.

2. Proses Pembentukan Perilaku Menyimpang

Bagaimanakah sebenarnya pembentukan perilaku menyimpang dalam masyarakat? Dan faktor-faktor apa sajakah yang turut memengaruhinya? Mari kita bahas dalam subpokok bahasan ini.

a. Faktor Biologis

Cesare Lombrosso, seorang kriminolog dari Italia, dalam bukunya Crime, Its Causes and Remedies (1918) memberikan gambaran tentang perilaku menyimpang yang dikaitkan dengan bentuk tubuh seseorang. Dengan tegas, Lombrosso mengatakan bahwa ditinjau dari segi biologis penjahat itu keadaan fisiknya kurang maju apabila dibandingkan dengan keadaan fisik orang-orang biasa. Lombrosso berpendapat bahwa orang yang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan beserta jari-jarinya dan jari-jari kaki relatif besar, serta susunan gigi yang abnormal.

Sementara itu William Sheldon, seorang kriminolog Inggris dalam bukunya Varieties of Delinquent Youth (1949) membedakan bentuk tubuh manusia yang mempunyai kecenderungan melakukan penyimpangan ke dalam tiga bentuk, yaitu endomorph, mesomorph, dan ectomorph yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.

1) Endomorph (Bulat dan Serba Lembek)

Orang dengan bentuk tubuh ini menurut kesimpulannya dapat terpengaruh untuk melakukan perilaku menyimpang, karena sangat mudah tersinggung dan cenderung suka menyendiri.

2) Mesomorph (Atletis, Berotot Kuat, dan Kekar)

Orang dengan bentuk tubuh seperti ini sering menunjukkan sifat kasar dan bertekad untuk menuruti hawa nafsu atau keinginannya. Bentuk demikian ini biasanya identik dengan orang jahat yang paling sering melakukan perilaku menyimpang.

3) Ectomorph (Kurus Sekali dan Memperlihatkan Kelemahan Daya)

Orang yang seperti ini selalu menunjukkan kepasrahan, akan tetapi apabila mendapat penghinaan-penghinaan yang luar biasa tekanan jiwanya dapat meledak, dan barulah akan terjadi perilaku menyimpang darinya.

b. Faktor Psikologis

Banyak ahli sosiologi yang cenderung untuk menerima sebab-sebab psikologis sebagai penyebab pembentukan perilaku menyimpang. Misalnya hubungan antara orang tua dan anak yang tidak harmonis. Banyak orang meyakini bahwa hubungan antara orang tua dan anak merupakan salah satu ciri yang membedakan orang ‘baik’ dan orang ‘tidak baik’. Sikap orang tua yang terlalu keras maupun terlalu lemah seringkali menjadi penyebab deviasi pada anak-anak.

c. Faktor Sosiologis

Dari sudut pandang sosiologi, telah banyak teori yang dikembangkan untuk menerangkan faktor penyebab perilaku menyimpang. Misalnya, ada yang menyebutkan kawasan kumuh (slum) di kota besar sebagai tempat persemaian deviasi dan ada juga yang mengatakan bahwa sosialisasi yang buruk membuat orang berperilaku menyimpang. Selanjutnya ditemukan hubungan antara ‘ekologi’ kota dengan kejahatan, mabuk-mabukan, kenakalan remaja, dan bunuh diri. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan beberapa sebab atau proses terjadinya perilaku menyimpang ditinjau dari faktor sosiologis.

1) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna

Menurut teori sosialisasi, perilaku manusia, baik yang menyimpang maupun yang tidak dikendalikan oleh norma dan nilai yang dihayati. Apabila sosialisasi tidak sempurna akan menghasilkan perilaku yang menyimpang. Sosialisasi yang tidak sempurna timbul karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi, sehingga seseorang bertindak tanpa memperhitungkan risiko yang akan terjadi.

Contohnya anak sulung perempuan, dapat berperilaku seperti laki-laki sebagai akibat sosialisasi yang tidak sempurna di lingkungan keluarganya. Hal ini terjadi karena ia harus bertindak sebagai ayah, yang telah meninggal. Di pihak lain, media massa, terutama sering menyajikan gaya hidup yang tidak sesuai dengan anjuran-anjuran yang disampaikan dalam keluarga atau sekolah. Di dalam keluarga telah ditanamkan perilaku pemaaf, tidak balas dendam, mengasihi, dan lain-lain, tetapi di televisi selalu ditayangkan adegan kekerasan, balas dendam, fitnah, dan sejenisnya. Nilai-nilai kebaikan yang ditawarkan oleh keluarga dan sekolah harus berhadapan dengan nilai-nilai lain yang ditawarkan oleh media massa, khususnya televisi. Proses sosialisasi seakan-akan tidak sempurna karena adanya saling pertentangan antara agen sosialisasi yang satu dengan agen yang lain, seperti antara sekolah dan keluarga berhadapan dengan media massa. Lama kelamaan seseorang akan terpengaruh dengan cara-cara yang kurang baik, sehingga terjadilah penyimpanganpenyimpangan dalam masyarakat.

2) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai- Nilai Subkebudayaan Menyimpang

Shaw dan Mc. Kay mengatakan bahwa daerah-daerah yang tidak teratur dan tidak ada organisasi yang baik akan cenderung melahirkan daerah kejahatan. Di daerahdaerah yang demikian, perilaku menyimpang (kejahatan) dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang sudah tertanam dalam kepribadian masyarakat itu. Dengan demikian, proses sosialisasi tersebut merupakan proses pembentukan nilai-nilai dari subkebudayaan yang menyimpang.

Contohnya di daerah lingkungan perampok terdapat nilai dan norma yang menyimpang dari kebudayaan setempat. Nilai dan norma sosial itu sudah dihayati oleh anggota kelompok sebagai proses sosialisasi yang wajar. Perilaku menyimpang seperti di atas merupakan penyakit mental yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan itu kita mengenal konsep anomie yang dikemukakan oleh Emile Durkheim. Anomie adalah keadaan yang kontras antara pengaruh subkebudayaan-subkebudayaan dengan kenyataan sehari-hari dalam masyarakat. Indikasinya adalah masyarakat seakan-akan tidak mempunyai aturan-aturan yang dijadikan pegangan atau pedoman dan untuk ditaati bersama.

Akibat tidak adanya keserasian dan keselarasan, normanorma dalam masyarakat menjadi lumpuh dan arahnya menjadi samar-samar. Apabila hal itu berlangsung lama dalam masyarakat, maka besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Anggota masyarakat akan bingung dan sulit memperoleh pedoman. Akhirnya, mereka memilih cara atau jalan sendiri-sendiri. Jalan yang ditempuh tidak jarang berupa perilaku-perilaku yang menyimpang.

3) Proses Belajar yang Menyimpang

Mekanisme proses belajar perilaku menyimpang sama halnya dengan proses belajar terhadap hal-hal lain yang ada di masyarakat. Proses belajar itu dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan menyimpang. Misalnya, seorang anak yang sering mencuri uang dari tas temannya mula-mula mempelajari cara mengambil uang tersebut mulai dari cara yang paling sederhana hingga yang lebih rumit. Cara ini dipelajarinya melalui media maupun secara langsung dari orang yang berhubungan dengannya. Penjelasan ini menerangkan bahwa untuk menjadi penjahat kelas ‘kakap’, seseorang harus mempelajari terlebih dahulu bagaimana cara yang paling efisien untuk beroperasi.

4) Ikatan Sosial yang Berlainan

Dalam masyarakat, setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut akan cenderung membuatnya mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling dihargainya. Dalam hubungan ini, individu tersebut akan memperoleh pola-pola sikap dan perilaku kelompoknya. Apabila pergaulan itu memiliki pola-pola sikap dan perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang. Misalnya seorang anak yang bergaul dengan kelompok orang yang sering melakukan aksi kebut-kebutan di jalan raya. Kemungkinan besar dia juga akan melakukan tindakan serupa.

5) Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial

Setiap masyarakat tidak hanya memiliki tujuan-tujuan yang dianjurkan oleh kebudayaannya, tetapi juga caracara yang diperkenankan oleh kebudayaannya itu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Apabila seseorang tidak diberi peluang untuk menggunakan caracara ini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka kemungkinan besar akan terjadi perilaku menyimpang. Misalnya dalam sebuah perusahaan, pengusaha memberikan upah kepada buruhnya di bawah standar UMK. Hal itu apabila dibiarkan berlarut-larut, maka ada kemungkinan si buruh akan melakukan penyimpangan, seperti melakukan demonstrasi atau mogok kerja.

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang

Di masyarakat kita mengenal bentuk-bentuk penyimpangan yang terdiri atas penyimpangan individual (individual deviation), penyimpangan kelompok (group deviation), dan penyimpangan gabungan dari keduanya (mixture of both deviation). Terkadang ada pula yang menambahkan dengan penyimpangan primer (primary deviation) dan penyimpangan sekunder (secondary deviation).

a. Penyimpangan Individual (Individual Deviation)

Penyimpangan ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah mengabaikan dan menolak norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Orang seperti itu biasanya mempunyai kelainan atau mempunyai penyakit mental sehingga tidak dapat mengendalikan dirinya. Contohnya seorang anak yang ingin menguasai warisan atau harta peninggalan orang tuanya. Ia mengabaikan saudarasaudaranya yang lain. Ia menolak norma-norma pembagian warisan menurut adat masyarakat maupun menurut norma agama. Ia menjual semua peninggalan harta orang tuanya untuk kepentingan diri sendiri.

Penyimpangan yang bersifat individual sesuai dengan kadar penyimpangannya dibedakan atas pembandel, pembangkang, perusuh atau penjahat, dan munafik.

1) Pembandel, yaitu penyimpangan karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.

2) Pembangkang, yaitu penyimpangan karena tidak taat pada peringatan orang-orang.

3) Pelanggar, yaitu penyimpangan karena melanggar norma-norma umum yang berlaku. Misalnya orang yang melanggar rambu-rambu lalu lintas pada saat di jalan raya.

4) Perusuh atau penjahat, yaitu penyimpangan karena mengabaikan norma-norma umum sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya. Misalnya pencuri, penjambret, penodong, dan lain-lain.

5) Munafik, yaitu penyimpangan karena tidak menepati janji, berkata bohong, berkhianat, dan berlagak membela.

b. Penyimpangan Kelompok (Group Deviation)

Penyimpangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya, namun bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Penyimpangan ini terjadi dalam subkebudayaan menyimpang yang umumnya telah memiliki norma, nilai, sikap, dan tradisi sendiri, sehingga cenderung untuk menolak norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang lebih luas. Contohnya kelompok orang yang menyelundupkan serta menyalahgunakan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, teroris, kelompok preman, dan separatis. Mereka memiliki aturan-aturan sendiri yang harus dipatuhi oleh anggotanya.

Dalam melakukan aksinya, mereka memiliki aturan permainan yang cermat, termasuk dalam membentuk jaringan yang kuat untuk melakukan kejahatannya, sehingga sulit dilacak dan dibongkar pihak yang berwenang, dalam hal ini kepolisian.

c. Penyimpangan Campuran (Mixture of Both Deviation)

Sebagian remaja yang putus sekolah (penyimpangan individual) dan pengangguran yang frustasi (penyimpangan individual), biasanya merasa tersisih dari pergaulan dan kehidupan masyarakat. Mereka sering berpikir seperti anak orang berkecukupan, yang akhirnya menempuh jalan pinta untuk hidup enak. Di bawah pimpinan seorang tokoh yang terpilih karena kenekatan dan kebrutalannya, mereka berkelompok dalam ‘organisasi rahasia’ (penyimpangan kelompok) dengan memiliki norma yang mereka buat sendiri. Pada dasarnya norma yang mereka buat bertentangan dengan norma yang berlaku umum di masyarakat.

Penyimpangan seperti itu ada yang dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki organisasi yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok di dalamnya taat dan tunduk kepada norma golongan yang secara keseluruhan mengabaikan norma yang berlaku. Misalnya gank-gank anak nakal. Kelompok semacam itu dapat berkembang menjadi semacam kelompok mafia dunia kejahatan yang terdiri atas preman-preman yang sangat meresahkan masyarakat.

d. Penyimpangan Primer (Primary Deviation)

Penyimpangan ini dilakukan oleh seseorang, di mana hanya bersifat temporer atau sementara dan tidak berulang-ulang. Individu yang melakukan penyimpangan ini masih dapat diterima oleh masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh pola perilaku menyimpang tersebut dan di lain kesempatan tidak akan melakukannya lagi. Misalnya seorang siswa yang terlambat masuk sekolah karena ban sepeda motornya bocor, seseorang yang menunda pembayaran pajak karena alasan keuangan yang tidak mencukupi, atau pengemudi kendaraan bermotor yang sesekali melanggar rambu-rambu lalu lintas.

e. Penyimpangan Sekunder (Secondary Deviation)

Penyimpangan ini dilakukan oleh seseorang secara terusmenerus, sehingga akibatnya pun cukup parah serta mengganggu orang lain. Dalam penyimpangan ini, seseorang secara khas memperlihatkan perilaku menyimpang yang secara umum dikenal sebagai seorang yang menyimpang. Masyarakat tidak dapat menerima dan tidak menghendaki individu semacam itu hidup bersama dalam masyarakat mereka. Misalnya seorang siswa yang sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Contoh lainnya adalah seseorang yang sering mabuk-mabukan baik di rumah, di pesta, maupun di tempat umum serta seseorang yang sering melakukan pencurian, perampokan, dan tindak kriminal lainnya.

Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut harus diatasi karena penyimpangan menyangkut masalah mental perilaku. Misalnya, melalui berbagai penataran, pendidikan keagamaan, pemulihan disiplin, serta pelatihan-pelatihan lainnya.

4. Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang

Kita tahu bahwa perilaku menyimpang merupakan tindakan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat karena telah melanggar norma atau aturan-aturan yang berlaku. Namun tetap saja perilaku menyimpang itu ada dalam masyarakat. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu tindakan dikatakan sebagai perilaku menyimpang. Tahukah kamu, ciri-ciri apa sajakah yang dimaksud? Menurut Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Penyimpangan Harus Dapat Didefinisikan

Suatu perbuatan anggota masyarakat dapat dikatakan menyimpang apabila memang didefinisikan sebagai menyimpang. Perilaku menyimpang bukanlah semata-mata ciri tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut. Singkatnya, penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasar kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.

b. Penyimpangan Bisa Diterima Bisa juga Ditolak

Perilaku menyimpang ada yang positif dan negatif. Positif, apabila penyimpangan yang diterima bahkan dipuji dan dihormati, seperti penemuan baru oleh para ahli itu kadangkadang bertentangan budaya masyarakat. Sedangkan penyimpangan negatif adalah penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat, seperti perampokan, pembunuhan terhadap etnis tertentu, dan menyebarkan teror dengan bom atau gas beracun.

c. Penyimpangan Relatif dan Mutlak

Dalam masyarakat, tidak ada seorang pun yang masuk dalam kategori sepenuhnya penurut (konformis) ataupun sepenuhnya penyimpang (orang yang benar-benar menyimpang). Orang yang termasuk kedua kategori itu justru akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya.

Pada dasarnya semua orang normal sesekali pernah melakukan tindakan menyimpang, tetapi pada batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk setiap orang. Perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangannya saja. Secara umum, penyimpangan yang dilakukan tiap orang cenderung relatif. Bahkan orang yang tadinya penyimpang mutlak lambat laun harus berkompromi dengan lingkungannya.

d. Penyimpangan terhadap Budaya Nyata ataukah Budaya Ideal

Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam kenyataan di masyarakat, banyak anggota masyarakat yang tidak patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut. Jadi antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan sehari-hari cenderung banyak dilanggar. Contohnya peraturan mengenai penggunaan helm pada saat mengendarai sepeda motor. Banyak masyarakat yang melanggar peraturan tersebut, di mana kita dapat melihat di jalan-jalan banyak orang mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm.

e. Terdapat Norma-Norma Penghindaran dalam Penyimpangan

Norma penghindaran ini muncul apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang melarang suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh banyak orang. Apakah norma penghindaran itu? Pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi, norma-norma penghindaran merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga (semi-institusionalized).

f. Penyimpangan Sosial Bersifat Adaptif (Menyesuaikan)

Tidak selamanya penyimpangan sosial menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat, karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemelihara stabilitas sosial. Perilaku apa yang kita harapkan dari orang lain, apa yang orang lain inginkan dari kita, serta wujud masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialisasi anggotanya. Di lain pihak, perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Tidak ada masyarakat yang mampu bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu yang lama. Masyarakat yang terisolasi sekalipun akan mengalami perubahan. Ledakan penduduk, perubahan teknologi, serta hilangnya kebudayaan lokal dan tradisional mengharuskan banyak orang menerapkan norma-norma baru.

5. Sifat-Sifat Perilaku Menyimpang

Dalam masyarakat kita mengenal dua sifat perilaku menyimpang yaitu perilaku menyimpang yang bersifat positif dan perilaku menyimpang yang bersifat negatif.

a. Penyimpangan yang Bersifat Positif

Penyimpangan yang bersifat positif adalah penyimpangan yang tidak sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku, tetapi mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial. Atau dengan kata lain, penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial yang ideal (didambakan) walaupun cara atau tindakan yang dilakukan itu seolah-olah atau tampaknya menyimpang dari norma yang berlaku, padahal sebenarnya tidak. Seseorang dikatakan menyimpang secara positif apabila dia berusaha merealisasikan suatu citacita, namun masyarakat pada umumnya menolak atau tidak dapat menerima caranya. Akibatnya orang tersebut akan menerima celaan dari masyarakat. Dapatkah kamu menyebutkan contoh-contohnya?

b. Penyimpangan yang Bersifat Negatif

Penyimpangan negatif adalah kecenderungan bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan akibatnya selalu buruk. Jenis tindakan seperti ini dianggap tercela dalam masyarakat. Si pelaku bahkan bisa dikucilkan dari masyarakat. Bobot penyimpangan negatif itu diukur menurut kaidah susila dan adat istiadat, sehingga sanksi yang diberikan kepada pelanggarnya dinilai lebih berat daripada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Contohnya pencurian, perampokan, pelacuran, dan pemerkosaan.

6. Tipe-Tipe Perilaku Menyimpang

Menurut Robert M.Z. Lawang, perilaku menyimpang dapat digolongkan menjadi empat tipe, yaitu tindakan kriminal atau kejahatan, penyimpangan seksual, penyimpangan dalam bentuk pemakaian atau konsumsi secara berlebihan, serta penyimpangan dalam gaya hidup (lifestyle).

a. Tindakan Kriminal atau Kejahatan

Tindakan kriminal merupakan suatu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap nilai dan norma atau peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat. Kita mengenal dua jenis kejahatan seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu violent offenses dan property offenses.

1) Violent offenses atau kejahatan yang disertai dengan kekerasan pada orang lain, seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. 2) Property offenses atau kejahatan yang menyangkut hak milik orang lain, seperti perampasan, pencurian tanpa kekerasan, dan lain sebagainya. Sementara itu Light, Keller, dan Callhoun dalam bukunya yang berjudul Sociology (1989) membedakan kejahatan menjadi empat tipe, yaitu crime without victim, organized crime, white collar crime, dan corporate crime.

1) White Collar Crime (Kejahatan Kerah Putih)

Kejahatan ini mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang yang terpandang atau berstatus tinggi dalam hal pekerjaannya. Contohnya penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan, manipulasi data keuangan sebuah perusahaan (korupsi), dan lain sebagainya.

2) Crime Without Victim (Kejahatan Tanpa Korban)

Kejahatan tidak menimbulkan penderitaan pada korban secara langsung akibat tindak pidana yang dilakukan. Contohnya berjudi, mabuk, dan hubungan seks yang tidak sah tetapi dilakukan secara sukarela.

3) Organized Crime (Kejahatan Terorganisir)

Kejahatan ini dilakukan secara terorganisir dan berkesinambungan dengan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan (biasaya lebih ke materiil) dengan jalan menghindari hukum. Contohnya penyedia jasa pelacuran, penadah barang curian, perdagangan perempuan ke luar negeri untuk komoditas seksual, dan lain sebagainya.

4) Corporate Crime (Kejahatan Korporasi)

Kejahatan ini dilakukan atas nama organisasi formal dengan tujuan menaikkan keuntungan dan menekan kerugian. Lebih lanjut Light, Keller, dan Callhoun membagi tipe kejahatan korporasi ini menjadi empat, yaitu kejahatan terhadap konsumen, kejahatan terhadap publik, kejahatan terhadap pemilik perusahaan, dan kejahatan terhadap karyawan.

b. Penyimpangan Seksual

Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan oleh masyarakat. Adapun beberapa jenis perilaku ini di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Perzinaan, yaitu hubungan seksual di luar nikah.

2) Homoseksual, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan sesama jenis. Homoseksual dibedakan atas lesbian dan homoseks. Lesbian adalah sebutan bagi wanita yang melakukan hubungan seksual dengan sesama wanita, sedangkan homoseks adalah sebutan bagi pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria.

3) Kumpul kebo, yaitu hidup bersama seperti suami istri, namun tanpa ada ikatan pernikahan.

4) Sadomasochist, yaitu pemuasan nafsu seksual dengan melakukan penyiksaan terhadap pasangannya.

5) Paedophilia, yaitu memuaskan keinginan seksual yang dilampiaskan kepada anak kecil.

6) Sodomi, yaitu hubungan seksual yang dilakukan melalui anus atau dubur.

7) Gerontophilia, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan orang-orang lanjut usia.

c. Penyimpangan dalam Bentuk Pemakaian atau Konsumsi Berlebihan

Penyimpangan ini biasanya diidentikkan dengan pemakaian dan pengedaran narkoba atau obat-obatan terlarang serta alkoholisme. Hal ini lebih banyak terjadi pada kaum remaja karena perkembangan emosi mereka yang belum stabil dan cenderung ingin mencoba serta adanya rasa keingintahuan yang besar terhadap suatu hal.

Menurut Dr. Graham Baliane (Kartini Kartono, 1992) kaum muda atau remaja lebih mudah terjerumus pada penggunaan narkotika karena faktor-faktor sebagai berikut.

1) Ingin membuktikan keberaniannya dalam melakukan tindakan berbahaya.

2) Ingin menunjukkan tindakan menentang terhadap orang tua yang otoriter.

3) Ingin melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman emosional.

4) Ingin mencari dan menemukan arti hidup.

5) Ingin mengisi kekosongan dan kebosanan.

6) Ingin menghilangkan kegelisahan.

7) Solidaritas di antara kawan.

8) Ingin tahu.

Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol secara berlebih dilarang oleh hukum karena dapat mendorong terjadinya tindak kriminal yang lain. Selain dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Bahaya terhadap diri sendiri, antara lain dapat merusak organ-organ tubuh, sehingga tidak berfungsi sempurna, bahkan susunan syaraf yang berfungsi sebagai pengendali daya pikir turut pula dirusak. Akibatnya tidak dapat berpikir secara rasional dan cenderung untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

d. Penyimpangan dalam Bentuk Gaya Hidup

Di masyarakat, kita bisa menemukan berbagai gaya hidup yang antara orang yang satu dengan orang yang lain mungkin terdapat perbedaan-perbedaan. Gaya hidup setiap orang bisa dipengaruhi oleh lingkungan, pendapatan, kemampuan pribadi, dan lain-lain. Namun demikian gaya hidup seseorang juga dapat menimbulkan suatu penyimpangan dalam masyarakat. Gaya hidup yang bagaimanakah itu? Ada dua bentuk penyimpangan dalam gaya hidup yang lain dari biasanya, yaitu sikap organisasi dan sikap eksentrik.

1) Sikap arogansi adalah kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Atau bisa saja sikap itu dilakukan untuk menutupi kekurangannya.

2) Sikap eksentrik adalah perbuatan yang menyimpang dari biasanya, sehingga dianggap aneh. Misalnya anak lakilaki memakai anting-anting, berambut panjang.

7. Teori-Teori Perilaku Menyimpang

Dalam sosiologi dikenal berbagai teori yang membahas perilaku menyimpang, yaitu Teori Pergaulan Berbeda, Teori Fungsi, dan Teori Tipologi Adaptasi.

a. Teori Pergaulan Berbeda (Differential Association)

Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut teori ini, penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses ini seseorang mempelajari suatu subkebudayaan menyimpang (deviant subculture).

Contohnya perilaku siswa yang suka bolos sekolah. Perilaku tersebut dipelajarinya dengan melakukan pergaulan dengan orang-orang yang sering bolos sekolah. Melalui pergaulan itu ia mencoba untuk melakukan penyimpangan tersebut, sehingga menjadi pelaku perilaku menyimpang.

b. Teori Labelling

Teori ini dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Menurut teori ini, seseorang menjadi penyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepadanya. Maksudnya adalah pemberian julukan atau cap yang biasanya negatif kepada seseorang yang telah melakukan penyimpangan primer (primary deviation) misalnya pencuri, penipu, pemerkosa, pemabuk, dan sebagainya. Sebagai tanggapan terhadap cap itu, si pelaku penyimpangan kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangannya sehingga terjadi dengan penyimpangan sekunder (secondary deviation). Alasannya adalah sudah terlanjur basah atau kepalang tanggung.

c. Teori Fungsi

Teori ini dikemukakan oleh Emile Durkheim. Menurut teori ini, keseragaman dalam kesadaran moral semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan karena setiap individu berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu antara lain dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fisik, dan keturunan. Oleh karena itu dalam suatu masyarakat orang yang berwatak jahat akan selalu ada, dan kejahatanpun juga akan selalu ada. Durkheim bahkan berpandangan bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat, karena dengan adanya kejahatan, maka moralitas dan hukum dapat berkembang secara normal.

d. Teori Konflik

Teori ini dikembangkan oleh penganut Teori Konflik Karl Marx. Para penganut teori ini berpandangan bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Sehingga perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompokkelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Pandangan ini juga mengatakan bahwa hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka.

e. Teori Tipologi Adaptasi

Dengan menggunakan teori ini, Robert K. Merton mencoba menjelaskan penyimpangan melalui struktur sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan hanya menghasilkan perilaku yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan perilaku menyimpang. Dalam struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di mana tujuan tersebut adalah halhal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur juga cara untuk meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan (cita-cita) yang ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi penyimpangan.

Dalam hal ini Merton mengemukakan tipologi cara-cara adaptasi terhadap situasi, yaitu konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan pemberontakan (keempat yang terakhir merupakan perilaku menyimpang). Perhatikan tabel di bawah ini.

Tanda ‘+’ berarti ada penyelarasan, di mana warga masyarakat menerima nilai-nilai sosiobudaya atau norma-norma yang ada, sedangkan tanda ‘-’ berarti menolaknya. Adapaun tanda ‘+/-’ menunjuk pada pola-pola perilaku yang menolak serta menghendaki nilai-nilai dan norma-norma yang baru.

Keterangan:

1. Konformitas (conformity), merupakan cara adaptasi dimana pelaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat. Misalnya Gaelan belajar dengan sungguh-sungguh agar nilai ulangannya bagus.

2. Inovasi (inovation), terjadi apabila seseorang menerima tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang diidamkan masyarakat, tetapi menolak norma dan kaidah yang berlaku. Misalnya untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), Arif tidak mengikuti ujian, melainkan melalui calo.

3. Ritualisme (ritualism), terjadi apabila seseorang menerima cara-cara yang diperkenankan secara kultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan. Misalnya, walaupun tidak mempunyai keahlian atau keterampilan di bidang komputer, Mita berusaha untuk mendapatkan

ijazah itu agar diterima kerja di perusahaan asing.

4. Pengasingan diri (retreatism), timbul apabila seseorang menolak tujuan-tujuan yang disetujui maupun cara-cara pencapaian tujuan tersebut. Dengan kata lain, pengasingan diri terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya yang berlaku tidak dapat dicapai melalui cara-cara yang telah ditetapkan. Misalnya tindakan siswa yang membakar gedung sekolahnya karena tidak lulus Ujian Akhir Nasional.

5. Pemberontakan (rebellion), terjadi apabila seseorang menolak sarana maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya dengan yang lain. Misalnya pemberontakan G 30S/PKI yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.

Sumber :

Wrahatnala, Bondet, 2009, Sosiologi 1 : untuk SMA dan MA Kelas X, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 129 – 144.